Kamis,17 September 2015
Sejarah Gunungkidul
Pada waktu Gunungkidul masih merupakan hutan belantara, terdapat suatu desa yang dihuni beberapa orang pelarian dari Majapahit. Desa tersebut adalah Pongangan, yang dipimpin oleh R. Dewa Katong saudara raja Brawijaya. Setelah R Dewa Katong pindah ke desa Katongan 10 km utara Pongangan, puteranya yang bernama R. Suromejo membangun desa Pongangan, sehingga semakin lama semakin rama. Beberapa waktu kemudian, R. Suromejo pindah ke Karangmojo.
Perkembangan
penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh raja Mataram Sunan
Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro. Kemudian ia mengutus
Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran berita
tersebut. Setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung Prawiropekso
menasehati R. Suromejo agar meminta ijin pada raja Mataram, karena
daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya.
R.
Suromejo tidak mau, dan akhirnya terjadilah peperangan yang
mengakibatkan dia tewas. Begitu juga 2 anak dan menantunya. Ki
Pontjodirjo yang merupakan anak R Suromejo akhirnya menyerahkan diri,
oleh Pangeran Sambernyowo diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I. Namun
Bupati Mas Tumenggung Pontjodirjo tidak lama menjabat karena adanya
penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran
II pada tanggal 13 Mei 1831. Gunungkidul (selain Ngawen sebagai daerah
enclave Mangkunegaran) menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan
Yogyakarta.
Mas
Tumenggung Pontjodirjo diganti Mas Tumenggung Prawirosetiko, yang
mengalihkan kedudukan kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari.
Menurut Mr R.M Suryodiningrat dalam bukunya ”Peprentahan Praja Kejawen” yang dikuatkan buku de Vorstenlanden terbitan 1931 tulisan G.P Rouffaer, dan pendapat B.M.Mr.A.K Pringgodigdo dalam bukunya Onstaan En Groei van het Mangkoenegorosche Rijk,
berdirinya Gunungkidul (daerah administrasi) tahun 1831 setahun seusai
Perang Diponegoro, bersamaan dengan terbentuknya kabupaten lain di
Yogyakarta. Disebutkan bahwa ”Goenoengkidoel,
wewengkon pareden wetan lepen opak. Poeniko siti maosan dalem sami
kaliyan Montjanagari ing jaman kino, dados bawah ipun Pepatih Dalem. Ing
tahoen 1831 Nagoragung sarta Mantjanagari-nipoen Ngajogjakarta sampoen
dipoen perang-perang, Mataram dados 3 wewengkon, dene Pangagengipoen
wewengkon satoenggal-satoenggalipoen dipoen wastani Boepati Wadono
Distrik kaparingan sesebatan Toemenggoeng, inggih poeniko Sleman
(Roemijin Denggong), Kalasan serta Bantoel. Siti maosan dalem ing
Pengasih dipoen koewaosi dening Boepati Wedono Distrik Pamadjegan Dalem.
Makanten oegi ing Sentolo wonten pengageng distrik ingkang kaparingan
sesebatan Riya. Goenoengkidoel ingkang nyepeng siti maosan dalem
sesebatan nipoen Riya.”
Dan
oleh upaya yang dilakukan panitia untuk melacak Hari Jadi Kabupaten
Gunungkidul tahun 1984 baik yang terungkap melalui fakta sejarah,
penelitian, pengumpulan data dari tokoh masyarakat, pakar serta daftar
kepustakaan yang ada, akhirnya ditetapkan bahwa Kabupaten Gunungkidul
dengan Wonosari sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758
dan dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan
dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh
bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985.
Sedangkan
secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah
kabupaten kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di
Wonosari sebagai ibukota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus
1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950
pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat.
Guna
mengabadikan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul dibangun prasasti berupa
tugu di makam bupati pertama Mas Tumenggung Pontjodirjo dengan
bertuliskan Suryo sangkala dan Condro sangkala berbunyi : NYATA WIGNYA
MANGGALANING NATA ” HANYIPTA TUMATANING SWAPROJO” Menuruut Suryo
sangkala tahun 1831 dibalik 1381, sedang Condro sangkala 1758 dibalik
8571.
Itulah tonggak sejarah Kabupaten Gunungkidul berbicara.
Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Gunungkidul antara lain :
1. Mas Tumenggung Pontjodirjo
2. Raden Tumenggung Prawirosetiko
3. Raden Tumenggung Suryokusumo
4. Raden Tumenggung Tjokrokusumo
5. Raden Tumenggung Padmonegoro
6. Raden Tumenggung Danuhadiningrat
7. Raden Tumenggung Mertodiningrat
8. KRT.Yudodiningrat
9. KRT.Pringgodiningrat
10. KRT.Djojodiningrat
11. KRT.Mertodiningrat
12. KRT.Dirjodiningrat
13. KRT.Tirtodiningrat
14. KRT.Suryaningrat
15. KRT.Labaningrat
16. KRT.Brataningrat
17. KRT.Wiraningrat
18. Prawirosuwignyo
19. KRT.Djojodiningrat,BA
20. Ir.Raden Darmakun Darmokusumo
21. Drs.KRT.Sosrodiningrat
22. Ir.Soebekti Soenarto
23. KRT.Harsodingrat,BA
24. Drs.KRT.Hardjohadinegoro (Drs.Yoetikno)
25. Suharto,SH
26. Prof.Dr Ir Sumpeno Putro, MSc
27. Hj Badingah SSos (Bupati saat ini).
HarianDepok.com – Berita Unik – Jogja adalah kota penuh budaya. Daya tariknya unik dan tak bisa “direplika” kota-kota lainnya di Indonesia. Banyak dari masyarakat Jogja yang masih memegang teguh tradisi Jawa, beserta ribuan mitos-mitos yang hidup di dalamnya. Nah, karena itu, banyaklah tersebar tempat-tempat penuh mitos di kota Jogja.
Seperti yang dikutip dari hipwee.com, Selain Pantai Parangkusumo, Keraton Yogyakarta, Goa Jepang, serta Gunung Merapi. Masih banyak tempat-tempat di kota Jogja yang terkenal angker. Mau tahu? Jangan baca artikel ini sendiri, yak!
1. Kandang Menjangan/ Panggung Krapyak
Panggung Krapyak, atau yang biasa disebut Kandang Menjangan, berlokasi di sebelah selatan Plengkung Gading. Bangunan kuno yang sudah berumur hampir 250 tahun ini berdiri di atas lahan yang dulunya merupakan kawasan hutan.
Menurut sejarah, hutan Krapyak merupakan tempat favorit bagi kerabat keraton untuk berburu. Pada tahun 1613, ada seorang kerabat keraton yang meninggal karena diseruduk oleh kijang atau menjangan. Untuk memperingati beliau, dibangunlah sebuah benteng yang sekaligus bisa digunakan untuk berlindung dari hewan liar, serta tempat aman untuk mengintai hewan buruan.
Panggung Krapyak juga terletak searah garis lurus dengan Pantai Selatan, Keraton, Tugu Jogja, dan Gunung Merapi. Tempat ini pernah direnovasi satu kali dengan penambahan jeruji besi dan pagar pintu. Ini membuat kandang menjangan semakin terkesan “mistis” karena gelap dan tertutup. Masyarakat juga tidak bisa sembarangan masuk jika belum memanggil juru kunci lebih dulu.
Menurut urban legend, pernah suatu ketika ada mahasiswa Jogja yang berkendara malam-malam melewati kandang menjangan. Dari jarak beberapa ratus meter, lampu motornya menyoroti sesuatu yang janggal dari celah-celah pintu dan jendela. Setelah dilihat lebih dekat ternyata ada seorang wanita berbaju putih serta berambut panjang sedang tergantung terbalik di dalam kandang menjangan. Serem ‘kan?
2. Bunderan Teknik UGM
Lagu Gugur Bunga diatas dilarang didendangkan ketika kamu melewati bunderan teknik UGM sendirian malam-malam. Menurut legenda ini, jika kamu mendendangkan lagu itu bakal ada arwah pahlawan yang bernyanyi bersamamu. Kecuali kalau kamu mau duet sama hantu, baca istighfar aja kali ya!
3. Jembatan Perikanan UGM
Selain bunderan Teknik UGM, jembatan yang menghubungkan Fakultas Perikanan dan gedung laboratorium diagnostik milik Kedokteran Hewan ini dipercaya menjadi spot angker lainnya. Banyaknya saksi mata yang melihat ada wanita misterius yang punya modus terjun tiba-tiba dari jembatan. Namanya, Mbak Rohana.
Asal-usul Mbak Rohana sendiri kurang jelas, tetapi cerita hantu ini sudah menjadi urban legend. Kamu yang mahasiswa UGM khususnya jurusan Perikanan dan Kedokteran Hewan, apakah pernah mendengar soal dia?
4. Jalan dari Pantai Wonosari ke Jogja
Banyak desas-desus bahwa jika kita masih nekad naik motor sendirian malam hari dari Pantai Wonosari, akan ada sesosok makhluk yang iseng membonceng motor kita. Fase pertama, motormu tiba-tiba akan terasa berat — padahal tidak ada apa-apa ketika kamu melihat dari kaca spion. Kemudian akan ada bebauan khas seperti semerbak kemenyan. Di fase terakhir, akan ada seseorang yang berbisik kepadamu: “Saya numpang sampai Jogja ya.”
5. Rumah Kentang Kotabaru
Rumah yang berlokasi di seberang SMA Stella Duce I di daerah Kotabaru ini sekarang sudah menjadi Bank BTN. Dulunya rumah ini sempat kosong lama, dan terkesan wingit karena suasana rumah yang gelap. Tidak ada sumber yang pasti kenapa rumah ini disebut ‘rumah kentang’.
Mitosnya, jika kita lewat rumah ini akan tercium wangi kentang yang merupakan penanda bahwa adanya mahkluk genderuwo di sekitar kita. Lonceng kecil yang ada di pintu pagar rumah itu juga akan berbunyi dengan sendirinya.
6. Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Benteng ini konon dulunya sebagai benteng pertahanan tentara VOC sekaligus tempat tahanan VIP atau bangsawan yang menentang Belanda. Mitos angker yang sering terdengar disini adalah keberadaan Noni Belanda berkaki kuda yang kerap mengganggu para pengunjung, atau bahkan tukang becak yang mangkal di depan benteng. Adanya sekompi pasukan Belanda tanpa kepala yang tiba-tiba masuk ke stand lukisan di Festival Kesenian Yogya (FKY) pada dini hari juga diamini oleh Haryanto, warga Pakualaman yang juga menjaga stand.
Pingin ngerasain sendiri? Monggo mas, mbak, datang saja berkunjung ke benteng ini.
7. Bioskop XXI
Bioskop yang selalu terlihat ramai di Jalan Solo ini ternyata menyimpan kisahnya sendiri. Dulunya bioskop itu merupakan bangunan 2 lantai: Swalayan Hero di lantai 1 dan Bioskop Empire 21 dengan 8 studio di lantai 2. Bangunan di sebelahnya sendiri merupakan bioskop juga, dan bernama Regent.
Pada tahun 1999 swalayan Hero dan bioskop Empire terbakar, namun tidak menimbulkan korban. Beberapa bulan kemudian, bioskop Regent dengan 4 studio yang berada tepat di sebelahnya terbakar habis dan memakan korban kira-kira sebanyak 15 jiwa.
Setelah lama menjadi puing, sekitar 10 tahun kemudian barulah didirikan bioskop XXI yang kita kenal sekarang. Mitos yang beredar bahwa bioskop ini sangat angker, bahkan banyak dari orang-orang Jogja yang mengalami kejadian mistis jika nekat menonton film midnight. Misalnya, ada cleaning service yang membersihkan toilet pada pukul 12 malam.
Konon juga kabarnya jika cuma menonton dengan jumlah 4 orang aja maka saat kita memasuki ruangan teater seolah-olah sudah terisi penuh dan kursi kita ada yang menduduki. Setelah konfirmasi kepada petugas barulah diketahui kalau tidak ada yang menonton selain kita. Kenapa angka 4? Karena bioskop Regent yang terbakar habis berjumlah 4 studio, dan konon katanya ada 4 jasad yang belum juga diketemukan hingga saat ini. Merinding? Sama!
8. Ambarrukmo Plaza
Mall megah di Jogja ini berdiri di atas lahan yang dulunya merupakan pesanggrahan peninggalan Sultan Hamengkubuwono VII. Dulunya terdapat kebun buah, kandang kuda, serta kolam yang dianggap suci di lokasi tersebut.
Pada awal tahun 2004-2005 — yaitu masa-masa pembangunan mall — sering terjadi peristiwa janggal seperti tanah yang tidak bisa diambil, meskipun sudah menggunakan mesin eskavator. Ada juga rerumputan yang tidak bisa dipotong, sampai listrik yang baru mau menyala setelah diberi kembang 7 rupa.
Cerita juga berkata bahwa ada toilet mall di lantai 1 punya penunggu. Mahkluk itu akan menemani cleaning service yang kebetulan mendapat giliran piket terakhir. Caranya, dengan menyerupai pengunjung yang berada di dalam bilik kamar mandi. Setelah ditunggu lama oleh cleaning service, dia tidak pernah keluar sampai yang menunggu pun bosan sekaligus ketakutan!
Jadi gimana, apa kalian punya cukup nyali untuk pergi ke tempat-tempat bermitos tersebut?